Wahai Muslimah, Jangan Menikah Dengan Laki-Laki yang Suka Ninggalin Shalat. Ini Alasannya
Teruntuk muslimah , jangan
mau menikah dengan seorang laki-laki yang lalai menjalankan perintah Allah SWT.
Kalau shalat aja ia berani melalaikannya, apalagi dengan kamu.
Bila hak dirinya terhadap
Allah SWT enggan dipenuhi, apalagi hak-hak kamu sebagai Muslimah (manusia)
hamba Allah yang lemah. Apakah ia mau memenuhinya?
Rasulullah SAW bersabda yang
artinya : “Sesungguhnya batasan antara seseorang dengan kekafiran dan
kesyirikan adalah shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia kafir” (HR
Muslim)
Jangan cepat mempercayai
seseorang laki-laki yang seperti itu, banyak
diantara mereka akan mengobral janji-janji murahan. Sebagai Muslimah jangan
mudah tergoda. Bukankah Kamu ingin mencari calon Imam yang taat, saleh dan
baik.
Benar sebagian orang yang
rajin Shalat, belum pasti ia baik akhlaknya atau shaleh. Namun, bila seseorang
laki-laki yang shaleh, baik tentunya pasti rajin beribadah (shalat) dan tidak
berani meninggalkannya.
Perempuan Muslimah
dianjurkan memilih dan mencari laki-laki sesuai keinginannya. Seperti dari segi
fisik, keturunan, sifat, umur, pekerjaan, dan lain-lain. Yang paling penting
ketika memutuskan ingin menikah atau ingin bersuami adalah laki-laki yang baik
nilai agamanya dan juga akhlaknya.
Amirul Mukminin, Umar bin Al
Khoththob –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara
terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia
telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan
lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang
yang meninggalkan shalat.”
Imam Ahmad rahimahullah juga
mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat,
berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding
dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan
semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima
waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau
menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam
dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.” (Lihat Ash Sholah, hal.
12)
Bagaimana
jika seorang suami meninggalkan shalat setelah menikah ataupun setelah memiliki
seorang anak.
Kasus semacam ini juga
pernah ditanyakan kepada Imam Ibnu Utsaimin, dan beliau memberi jawaban:
Jika seorang wanita menikah
dengan lelaki yang meninggalkan shalat, maka nikahnya tidak sah. Karena orang
yang meninggalkan shalat adalah orang kafir. Sebagaimana disebutkan dalam dalil
Alquran, hadis dan perkataan sahabat. Diantaranya adalah perkataan Abdullah bin
Syaqiq, bahwa Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak beranggapan
ada satu amal yang jika ditinggalkan bisa menyebabkan kafir, selain shalat.
Sementara orang kafir, tidak
halal untuk menikahi wanita muslimah. Berdasarkan firman Allah, “Jika kamu
telah mengetahui bahwa para wanita itu beriman maka janganlah kamu kembalikan
mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (para wanita itu)
tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal
pula bagi mereka…” (QS. Al-Mumtahanah:10).
Kemudian, jika si lelaki
meninggalkan shalat setelah dia menikah maka nikahnya dibatalkan, kecuali jika
si suami bertaubat dan kembali ke Islam. Sebagian ulama memberikan batasan
sampai selesai masa iddah. Jika masa iddah selesai maka si laki-laki ini tidak
boleh lagi rujuk ketika dia bertaubat, kecuali dengan akad yang baru.
Oleh karena itu, wajib bagi
si wanita untuk memisahkan diri dari suaminya itu dan tidak berkumpul
bersamanya, sampai suaminya bertaubat dan melaksanakan shalat, meskipun dia
memiliki anak dari suami itu. Karena dalam kondisi ini, suami tidak memiliki
hak pengasuhan anak (Fatwa Arkan Islam, hlm. 279).
Andaipun kita berpendapat
bahwa meninggalkan shalat bukan termasuk kekafiran, istri tetap disyariatkan untuk
memisahkan diri dari suaminya, sampai suaminya bertaubat. Al-Mardawi
mengatakan;
“Apabila suami meninggalkan
hak Allah, maka istri dalam hal ini sebagaimana suami, dia disyariatkan memisahkan
diri darinya dengan gugat cerai atau semacamnya.” (al-Inshaf, 13:321).
Hal ini, agar istri tidak
dianggap merelakan sang suami melakukan pelanggaran syariat. Sebagaimana yang
dinasihatkan Ibnu Allan, “Karena ridha terhadap kekafiran yang merupakan salah
satu bentuk maksiat, termasuk perbuatan kekafiran, demikian pula, ridha
terhadap maksiat karena dorongan syahwat, termasuk kurangnya iman.” (Dalil
al-Falihin Syarh Riyadhus Shalihin, 2:470).
Inilah
kiat yang bisa kamu lakukan sebagai Muslimah untuk memilih suami yang Shaleh :
1. Faham, Dan mengamalkan
Al-qur’an Dan Assunnah
2. Minimal Shalat 5 waktu
(wajib) Dan Puasanya
3. Tidak mau Berduaan Dan
tidak mau Menyentuhmu Sampai Allah Halalkan
4. Pekerja Aktif pada Rizki
Yang Halal
5. Figur Penyayang Kepada
Orang Tua, Kakak, Adik Dan Sanak Family nya.
6. Pribadi yang Menyenangkan
dan disenangi para Sahabatnya.
7. Sangat hormat Pendapat
& keluargamu.
Berikut
ini criteria calon suami yang ideal yang dijelaskan oleh penulis kitab az zawaj
al islami as sa'id.
1. Baik agama dan akhlak.
2. Bisa membaca al Quran dan
menghafalnya walaupun sedikit.
3. Mampu dalam nafkah lahir
dan batin.
4. Penyayang kepada
isterinya.
5. Enak dipandang.
6. Mampu menjaga kesucian
isterinya.
7. Tidak cacat dan
berpenyakit yg menular.
8. Tidak mandul.
9. Jujur dan amanah.
10. Berasal dari keluarga
yang baik.
11. Bertanggung jawab.
12. Bisa menjaga isteri dan
mengasihinya.
13. Sumber rezekinya halal.
14. Berakal atau dewasa,
bukan gila.
15. Terpelajar dan
pengetahuannya luas.
16. Berbakti kepada kedua orangtuanya.
17. Suka bersilaturahim.
Wallahualam, semoga
bermanfaat.