Inilah Arti Marhaban Ya Ramadhan yang Sering Anda Ucapkan Selama Ini
Inilah Arti Marhaban Ya
Ramadhan yang Sering Anda Ucapkan Selama Ini
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata “marhaban” diartikan sebagai “kata seru untuk menyambut atau
menghormati tamu (yang berarti selamat datang).” Ia sama dengan ahlan wa sahlan
yang juga dalam kamus tersebut diartikan “selamat datang”.
Walaupun keduanya berarti
“selamat datang” tetapi penggunaannya berbeda. Para ulama tidak menggunakan
ahlan wa sahlan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, melainkan “marhaban
ya Ramadhan”.
Ahlan terambil dari kata ahl
yang berarti “keluarga”, sedangkan sahlan berasal dari kata sahl yang berarti
mudah. Juga berarti “dataran rendah” karena mudah dilalui, tidak seperti “jalan
mendaki”. Ahlan wa sahlan, adalah ungkapan selamat datang, yang dicelahnya
terdapat kalimat tersirat yaitu, “(Anda berada di tengah) keluarga dan
(melangkahkan kaki di) dataran rendah yang mudah.”
Marhaban terambil dari kata
rahb yang berarti “luas” atau “lapang”, sehingga marhaban menggambarkan bahwa
tamu disambut dan diterima dengan dada lapang, penuh kegembiraan serta
dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang
diinginkannya. Dari akar kata yang sama dengan “marhaban”, terbentuk kata
rahbat yang antara lain berarti “ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh
perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.” Marhaban ya
Ramadhan berarti “Selamat datang Ramadhan” mengandung arti bahwa kita
menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan
menganggap kehadirannya “mengganggu ketenangan” atau suasana nyaman kita.
Marhaban ya Ramadhan, kita
ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita
diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah SWT
Ada gunung yang tinggi yang
harus ditelusuri guna menemui-Nya, itulah nafsu. Di gunung itu ada lereng yang
curam, belukar yang lebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis
yang merayu, agar perjalanan tidak melanjutkan. Bertambah tinggi gunung didaki,
bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan. Tetapi,
bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat
itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah
untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila
perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman untuk mengantar sang
musafir bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT Demikian kurang lebih perjalanan
itu dilukiskan dalam buku Madarij As-Salikin.
Tentu kita perlu
mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu. Tahukah Anda apakah bekal itu?
Benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita. Tekad yang
membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadhan
dengan shalat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui
pengabdian untuk agama, bangsa dan negara. Semoga kita berhasil, dan untuk itu
mari kita buka lembaran Al-Quran mempelajari bagaimana tuntunannya.